Pola-pola sirkuler pada latar radiasi keseluruhan alam semesta mengindikasikan bahwa Ledakan Dahsyat (Big Bang) hanya merupakan bagian terakhir dari sebuah rentetan proses penciptaan.
Kebanyakan kosmolog menelusuri kelahiran alam semesta sampai ke Ledakan Dahsyat 13,7 milyar tahun lalu. Namun analisis baru terhadap sisa-sisa radiasi yang dihasilkan oleh peristiwa ledakan tersebut mengindikasikan bahwa alam semesta mulai diciptakan milyaran tahun sebelumnya dan telah melalui banyak sekali peristiwa kelahiran dan kematian, dan Ledakan Dahsyat hanya merupakan kejadian terakhir pada rentetan ledakan-ledakan pencetus.
Pemikiran mengejutkan tersebut yang dikemukakan oleh fisikawan teoritis Roger Penrose dari Universitas Oxford di Inggris dan Vahe Gurzadyan dari Institut Fisika Yerevan dan Universitas Yerevan di Armenia, melawan arus teori standar kosmologi yang dikenal dengan inflasi atau inflation.
Para peneliti mendasarkan penemuan mereka pada pola-pola sirkuler yang mereka temukan pada latar gelombang mikro (microwave) alam semesta yaitu cahaya gelombang mikro yang tersisa dari Ledakan Dahsyat. Elemen-elemen sirkulernya mengindikasikan bahwa alam semesta itu sendiri bersiklus melewati periode-periode akhir dan awal, tegas Penrose dan Gurzadyan.
Elemen-elemen sirkuler tersebut merupakan daerah di mana variasi-variasi temperatur dalam latar keseragaman gelombak mikro lainnya lebih kecil dari rata-rata. Penrose mengatakan bahwa elemen-elemen tersebut tidak dapat dijelaskan oleh teori inflasi yang sangat sukses tersebut, yang menghipotesakan bahwa alam semesta yang baru tercipta mengalami semburan pertumbuhan yang sangat besar, membalon dari sesuatu pada skala ukuran sebuah atom menjadi berukuran satu buah anggur selama sepersekian detik pertama alam semesta. Inflasi akan menghapus pola-pola seperti itu.
"Keberadaan elemen-elemen koheren berskala besar pada latar gelombang mikro bentuk ini, nampaknya akan berkontradiksi dengan model inflasioner dan akan menjadi penanda yang sangat berbeda dari model Penrose tentang alam semesta siklik," kosmolog David Spergel dari Universitas Princeton berkomentar. Namun, dia menambahkan, "Makalah tersebut tidak memberikan cukup rincian mengenai analisis untuk menilai realitas lingkaran-lingkaran ini." Demikian seperti yang dikutip dari ScienceNews (26/11/10).
Penrose menginterpretasikan lingkaran-lingkaran tersebut sebagai sesuatu yang menyediakan sarana untuk melihat ke masa lalu, melewati tembok kaca Ledakan Dahsyat paling terakhir, menuju periode alam semesta sebelumnya. Dia mengemukakan bahwa lingkaran-lingkaran tersebut dihasilkan oleh tabrakan antara lubang-lubang hitam raksasa yang terjadi selama periode sebelumnya tersebut. Tabrakan lubang-lubang hitam akan menciptakan disonansi gelombang gravitasional yang berdesir dalam waktu ruang dikarenakan akselerasi massa raksasa tersebut. Gelombang-gelombang itu akan terdestribusi secara sirkuler dan seragam.
Menurut rincian matematis yang dikerjakan Penrose, ketika distribusi seragam gelombang gravitasional dari periode sebelumnya tersebut memasuki periode sekarang, mereka terkonversi ke dalam pulsa energi. Pulsa tersebut menyediakan satu tendangan seragam ke porsi materi gelap yang merupakan material tak kelihatan yang membentuk lebih dari 80 persen massa alam semesta.
"Oleh sebab itu material materi gelap di sepanjang ledakan tersebut memiliki ciri seragam ini," tutur Penrose. "Inilah yang terlihat sebagai sebuah lingkaran pada langit latar gelombang mikro alam semesta kita, dan hal tersebut seharusnya terlihat seperti lingkaran yang cukup seragam."
Setiap lingkaran memiliki variasi temperatur lebih rendah dari rata-rata, seperti yang dia dan Gurzadyan temukan ketika mereka menganalisa data dari alat luar angkasa Wilkinson Microwave Anisotropy Probe milik NASA, disingkat WMAP, yang memindai keseluruhan langit selama sembilan tahun, dan eksperimen balloon-borne BOOMERANGyang meneliti latar gelombang mikro di sebagian kecil alam semesta.
Oleh karena tim tersebut menemukan elemen-elemen sirkuler yang sama dengan menggunakan dua detektor, Penrose mengatakan tidak mungkin dia dan para koleganya tertipu oleh noise instrumental atau benda-benda lainnya.
Namun Spergel mengatakan bahwa dia kuatir jangan-jangan tim tersebut belum memperhitungkan variasi tingkat noise data WMAP yang didapatkan dari bagian-bagian langit yang berbeda. WMAP memeriksa berbagai daerah langit dengan alokasi waktu yang tidak sama. Peta-peta latar gelombang mikro yang dihasilkan dari daerah-daerah tersebut mempelajari yang terlama memiliki noise lebih rendah dan variasi-variasi lebih kecil yang terekam pada temperatur cahaya gelombang mikro tersebut. Peta-peta dengannoise yang lebih rendah tersebut secara artifisial dapat menghasilkan lingkaran-lingkaran yang Penrose dan Gurzadyan atribusikan ke model alam semesta siklik mereka, kata Spergel.
Peta baru latar gelombang mikro alam semesta yang lebih rinci, yang sekarang sedang dikerjakan oleh the European Space Agency’s Planck mission, bisa menyediakan uji yang lebih definitif terhadap teori tersebut, tutur Penrose.
Penemuan kontroversial tersebut dipublikasikan di arXiv.org (17/11/10).
Kebanyakan kosmolog menelusuri kelahiran alam semesta sampai ke Ledakan Dahsyat 13,7 milyar tahun lalu. Namun analisis baru terhadap sisa-sisa radiasi yang dihasilkan oleh peristiwa ledakan tersebut mengindikasikan bahwa alam semesta mulai diciptakan milyaran tahun sebelumnya dan telah melalui banyak sekali peristiwa kelahiran dan kematian, dan Ledakan Dahsyat hanya merupakan kejadian terakhir pada rentetan ledakan-ledakan pencetus.
Pemikiran mengejutkan tersebut yang dikemukakan oleh fisikawan teoritis Roger Penrose dari Universitas Oxford di Inggris dan Vahe Gurzadyan dari Institut Fisika Yerevan dan Universitas Yerevan di Armenia, melawan arus teori standar kosmologi yang dikenal dengan inflasi atau inflation.
Para peneliti mendasarkan penemuan mereka pada pola-pola sirkuler yang mereka temukan pada latar gelombang mikro (microwave) alam semesta yaitu cahaya gelombang mikro yang tersisa dari Ledakan Dahsyat. Elemen-elemen sirkulernya mengindikasikan bahwa alam semesta itu sendiri bersiklus melewati periode-periode akhir dan awal, tegas Penrose dan Gurzadyan.
Elemen-elemen sirkuler tersebut merupakan daerah di mana variasi-variasi temperatur dalam latar keseragaman gelombak mikro lainnya lebih kecil dari rata-rata. Penrose mengatakan bahwa elemen-elemen tersebut tidak dapat dijelaskan oleh teori inflasi yang sangat sukses tersebut, yang menghipotesakan bahwa alam semesta yang baru tercipta mengalami semburan pertumbuhan yang sangat besar, membalon dari sesuatu pada skala ukuran sebuah atom menjadi berukuran satu buah anggur selama sepersekian detik pertama alam semesta. Inflasi akan menghapus pola-pola seperti itu.
"Keberadaan elemen-elemen koheren berskala besar pada latar gelombang mikro bentuk ini, nampaknya akan berkontradiksi dengan model inflasioner dan akan menjadi penanda yang sangat berbeda dari model Penrose tentang alam semesta siklik," kosmolog David Spergel dari Universitas Princeton berkomentar. Namun, dia menambahkan, "Makalah tersebut tidak memberikan cukup rincian mengenai analisis untuk menilai realitas lingkaran-lingkaran ini." Demikian seperti yang dikutip dari ScienceNews (26/11/10).
Penrose menginterpretasikan lingkaran-lingkaran tersebut sebagai sesuatu yang menyediakan sarana untuk melihat ke masa lalu, melewati tembok kaca Ledakan Dahsyat paling terakhir, menuju periode alam semesta sebelumnya. Dia mengemukakan bahwa lingkaran-lingkaran tersebut dihasilkan oleh tabrakan antara lubang-lubang hitam raksasa yang terjadi selama periode sebelumnya tersebut. Tabrakan lubang-lubang hitam akan menciptakan disonansi gelombang gravitasional yang berdesir dalam waktu ruang dikarenakan akselerasi massa raksasa tersebut. Gelombang-gelombang itu akan terdestribusi secara sirkuler dan seragam.
Menurut rincian matematis yang dikerjakan Penrose, ketika distribusi seragam gelombang gravitasional dari periode sebelumnya tersebut memasuki periode sekarang, mereka terkonversi ke dalam pulsa energi. Pulsa tersebut menyediakan satu tendangan seragam ke porsi materi gelap yang merupakan material tak kelihatan yang membentuk lebih dari 80 persen massa alam semesta.
"Oleh sebab itu material materi gelap di sepanjang ledakan tersebut memiliki ciri seragam ini," tutur Penrose. "Inilah yang terlihat sebagai sebuah lingkaran pada langit latar gelombang mikro alam semesta kita, dan hal tersebut seharusnya terlihat seperti lingkaran yang cukup seragam."
Setiap lingkaran memiliki variasi temperatur lebih rendah dari rata-rata, seperti yang dia dan Gurzadyan temukan ketika mereka menganalisa data dari alat luar angkasa Wilkinson Microwave Anisotropy Probe milik NASA, disingkat WMAP, yang memindai keseluruhan langit selama sembilan tahun, dan eksperimen balloon-borne BOOMERANGyang meneliti latar gelombang mikro di sebagian kecil alam semesta.
Oleh karena tim tersebut menemukan elemen-elemen sirkuler yang sama dengan menggunakan dua detektor, Penrose mengatakan tidak mungkin dia dan para koleganya tertipu oleh noise instrumental atau benda-benda lainnya.
Namun Spergel mengatakan bahwa dia kuatir jangan-jangan tim tersebut belum memperhitungkan variasi tingkat noise data WMAP yang didapatkan dari bagian-bagian langit yang berbeda. WMAP memeriksa berbagai daerah langit dengan alokasi waktu yang tidak sama. Peta-peta latar gelombang mikro yang dihasilkan dari daerah-daerah tersebut mempelajari yang terlama memiliki noise lebih rendah dan variasi-variasi lebih kecil yang terekam pada temperatur cahaya gelombang mikro tersebut. Peta-peta dengannoise yang lebih rendah tersebut secara artifisial dapat menghasilkan lingkaran-lingkaran yang Penrose dan Gurzadyan atribusikan ke model alam semesta siklik mereka, kata Spergel.
Peta baru latar gelombang mikro alam semesta yang lebih rinci, yang sekarang sedang dikerjakan oleh the European Space Agency’s Planck mission, bisa menyediakan uji yang lebih definitif terhadap teori tersebut, tutur Penrose.
Penemuan kontroversial tersebut dipublikasikan di arXiv.org (17/11/10).
0 komentar:
Posting Komentar